Batsy Dipanggil Raja (3: End)

Pasrah sepasrah-pasrahnya, barangkali itulah ungkapan yang lebih tepat bagaimana kondisi lahir dan batin Batsy saat ini. Pelan tatapannya menyapu ke seluruh isi ruangan. Tidak ada siapa-siapa. Kamar yang besar, dengan perabot yang kelihatannya bagus dan mahal pun terisi dengan teratur dan seimbang. Tidak ketinggalan hamparan tempat tidur yang sangat besar, berukiran motif padma setiap sisinya diwarnai dengan warna kayu mengkilap. Alas sutera terbaik yang khusus didatangkan dari negeri jauh berjarak tempuh enam bulan perjalanan. Beberapa bantal berbagai ukuran di atasnya dengan sarung berwarna merah dipadu dengan warna putih gading dan memiliki motif sama dengan dipan. Terdapat empat tiang di tiap sudutnya, sebagai penyangga penutup yang juga begitu indah, berwarna senada dan bermotif persis dengan sarung bantal dan seprai juga selimut. Amat sempurna. Biasanya keempat tiang selain sebagai penyangga juga untuk mengikat kelambu saat tidak digunakan. Tapi kala itu, kelambu terbuka hanya di satu sisi.

“Selamat datang nyonya Batsy…” Tiba-tiba terdengar seorang pria dari balik pintu beraoma kayu manis spontan Batsy menoleh ke arah datangnya suara. Ia berpakaian layaknya bangsawan. Ia lebih terkejut lagi karena pria itu bukan Raja Vadid. Sepersekian detik haluan jalan pikiran Batsy mencar dengan berbagai arah yang tak menentu.

Sambil menyuguhkan teh, “Jangan kuatir, Raja akan segera menemuimu. Silahkan nikmati tehnya. Ini teh terbaik di istana beraroma kayu manis.” Sang pelayan raja langsung membaca raut wajah Batsy yang buncah tak karuan. Batsy tidak mengeluarkan suara sedikit, namun ia kini paham dari mana datangnya bau kayu manis itu. Anggukkan kepalalah satu-satunya jawaban yang bisa Batsy berikan. Tenggorokannya penaka tersumbat bongkahan biji durian, air liurnya teras sangat pahit. Menelan ludah saja terasa sepeti rodi. Ia hanya berdiri merasa sungkan untuk duduk. Mendapati batang tubuhnya di dalam kamar tidur raja. Bayangkan, kamar tidur raja. Barangkali sedikit banyak Batsy bisa membaca mau dibawa kemana panggilan raja ini.

Bau lain mulai bercampur dengan bau teh kayu manis. Batsy mengenal bau ini, karena Uria sesekali memakainya saat mereka akan bergulat di ranjang. Menurut suaminya, bau ini sangat sensual dan menarik gairah seks. Bukan hanya itu, Uria juga menyebut aroma-aroma lain khasiatnya sama salah satunya kayu manis. Semakin jelas apa adegan selanjutnya. Batsy masih berusaha mengingat namanya tapi tubuh seorang pria mendekat dengan jarak nol padanya. Melingkarkan kedua lengannya di pinggang Batsy. Terang saja jantungnya otomatis serasa melepas diri dari rongga dada seakan lebih memilih segera loncat.

Batsy tidak bereaksi apa-apa, yang dipikirannya semoga kali ini yang datang benar-benar raja dan bukan adegan prank.

“Aku sudah menantimu sedari tadi.” Bisik raja dengan suara lembut di telinga Batsy. Desahan nafasnya terasa sangat kuat, tangannya mulai melucuti pakaian Batsy satu per satu sambil terus mencumbui rambut, kepala, re y tengkuk terus menjalar ke leher.

Batsy bisa merasakan kecupan raja yang mengalirkan libido di masa suburnya menjadi ramuan paling sempurna ditambah bumbu hembusan udara panas nafas raja semakin menciptakan erotisme pekat. Tidak ada penolakan sedikitpun dari Batsy yang memutuskan untuk menikmati dan mencair dalam kenikmatan ramuan. Tubuh sintal Batsy kini tanpa sehelai benang, dengan kedua tangan Raja Vadid yang gagah dan masyhur, mengalahkan singa seorang diri, mencabut nyawa musuh bertubuh raksasa dengan batu dan ketapel , menewaskan berlaksa-laksa tentara musuh dengan perkasa kedua tangan itu menggendong Batsy menuju ranjang membaringkan melalui tirai yang terbuka. Matanya binar tak sekali pun diberi kesempatan berkedip demi pemandangan yang merasukinya tak sampai hitungan dua jam yang lalu.

Tak kalah dengan Batsy yang sedang di awang-awang melupakan Uria dan karena pertemuan kulitnya dengan kulit raja yang melekat erat dari segala sisi rasanya tidak boleh dilewatkan apalagi dihalangi sekalipun oleh orang bernama Uria yang kini berada entah di mana. Udara dalam kamar raja kini dipenuhi birahi yang meletup-letup, mengalahkan bau teh kayu manis dan wewangiang raja. Keduanya bergelut penuh gairah bersatu dan melekat terbungkus kuat oleh nafsu yang tertahan dan kini terlepas bebas dalam pergulatan dua tubuh beda jenis kelamin.

Bibir Batsy terus menerus ditarik ke kiri dan ke kanan. Tidak ada rasa bersalah justru ia merasa terhormat dipilih secara khusus oleh raja ke peraduannya, sementara dirinya bukan siapa-siapa. Senandung dari mulutnya terus mengalir. Kadang ia berhenti dan tertawa sendiri, berguling ke kiri ke kanan di ranjang kamar tidurnya lalu tertawa. Ia bahkan menutup poto pernikahannya dengan Uria. Tatkala ia duduk di depan cermin meja riasnya matanya menangkap wewangian Uria yang baunya sangat mirip dengan milik raja. Musk, itu dia.

Hanya puluhan menit lalu ia membayangkan kalau raja akan menjadikannya selir seakan sulit dipercaya kalau semua ini bukan mimpi belaka. Tangannya meraba lagi dan lagi kalung permata berwarna hijau, krisopas, yang dihadiahi raja sesaat sebelum dia pulang. Batsy merasakan, kalau hidupnya berubah dan jalan nasibnya akan segera berbelok ke arah sesuatu yang jauh lebih besar dan sangat besar. Meski begitu ia terus bertanya-tanya bgaimana raja memilih dia? Batsy tidak mengetahui kalau ternyata saat ia mandi di pemadian masa pentahiran, kemolekan tubuhnya telah terlebih dahulu menjadi suguhan pemandangan yang mencengkram gairah raja hingga ke ubun-ubun.(Fin:rs/51219)